Haramkah Kita Memiliki Pembantu Rumah Tangga?

Ilustrasi. (Foto : apalah-apalah.com)

Ilustrasi. (Foto : apalah-apalah.com)

Akhwatmuslimah.com

Assalamu ‘alaikum wr. wb. 

Ustadz yang dirahmati Allah. Saya pernah ditegur teman gara-gara mempekerjakan pembantu rumah tangga di rumah. Teman saya menyodorkan fatwa ulama yang mengharamkannya. Setelah saya baca, ternyata alasan keharaman memellihara pembantu antara lain :
1. Pembantu wanita tidak punya mahrom.
2. Pembantu akan mengetahui rahasia di dalam rumah tangga, bahkan tidak mustahil seorang pembantu tersebut adalah mata-mata.
3. Para istri jadi pemalas dan ini sangat berbahaya bagi seorang wanita, bahkan bisa berpengaruh pada pola pikirnya. Wanita yang hanya duduk-duduk saja di dalam rumah dan tidak memiliki kegiatan atau kesibukan, akan berdampak pada kebekuan otaknya dan melemahkan ingatannya.
4. Sebagian dari pembantu wanita ada yang berparas menarik, hal itu akan menjadi fitnah baik bagi majikannya atau anak laki-lakinya.
5. Kebanyakan pembantu wanita tersebut, hadir dan datang ke majelis laki-laki di dalam rumah tanpa menutup wajah, bahkan tangan mereka terlihat, semua itu adalah perkara haram.

Saya agak bingung dengan alasan keharaman yang disebutkan. Sebab kayaknya agak mengada-ada saja. Padahal semua itu memang bisa terjadi, tetapi tidak selalu terjadi.

Tetapi teman saya bilang bahwa ketika Fatimah puteri Nabi SAW meminta didatangkan pembantu untuk meringankan pekerjaan rumah tangga, ternyata Rasulullah SAW pun menolaknya. Ini adalah dasar yang kuat bahwa kita haram punya pembantu rumah tangga, katanya.

Bagaimana ustadz menanggapi fatwa semacam ini, yang menurut saya agak aneh ini? Mohon penjelasan dan terima kasih.

Wassalam
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

A. Fatwa Sesuai Dengan Realita



Apa yang Anda sebutkan sebagai alasan kenapa kita diharamkan memelihara pembantu rumah tangga di rumah, sebenarnya merupakan fatwa di timur tengah sana. Kalau kita telusuri lebih jauh, fatwa itu punya kemiripan dengan fatwa Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah dalam kitab Daurul mar’ah fi Ishlah al-Mujtama’. Atau boleh jadi memang terjemahan langsung dari fatwa beliau.

Memang kadang kala suatu fatwa di suatu negeri sengaja dibuat berdasarkan realitas di negeri itu. Dan boleh jadi realitas di negeri lainnya tidak sama.

Tanpa mengurangi rasa hormat dan takdzhim kita kepada beliau dan para ulama lainnya, belum tentu suatu fatwa belum tentu cocok 100% untuk diterapkan pada negeri lain. Fatwa itu dibuat untuk kondisi disana, mungkin akan terasa aneh kalau diterapkan begitu saja di negeri kita. Ini resiko yang harus dihadapi kalau kita kurang bijak dalam memahami fatwa-fatwa produk impor.

Kalau kontennnya agak aneh dan tidak sejalan dengan realita di negeri kita, tentu bukan karena fatwanya yang salah. Juga bukan pemberi fatwanya yang kita salahkan. Tetapi justru kita sendiri yang harus cermat, cerdas dan bijaksana dalam memilah dan memilih serta menilai keadaan. Maka kita dituntun untuk lebih cermat dan bijak dalam memahami situasi, ‘urf dan realitasnya.

Pembantu Adalah Mata-mata?

Sekedar contoh sederhana, mari kita telaah point kedua di atas, haramnya punya pembantu karena ada ketakutan bahwa pembantu rumah tangga itu menjadi mata-mata di rumah kita. Tentu saja di negeri kita tidak perlu ada ketakutan seperti itu. Kalau pun pemantu rumah tangga kita adalah mata-mata, memangnya mau apa?

Lagian kalau mau jadi mata-mata, ngapain juga harus menyamar menjadi pembantu rumah tangga? Konteksnya memang tidak tepat kalau fatwa itu diterapkan di negeri kita, karena memang realitasnya berbeda.

Boleh jadi Syeikh Al-Ustaimin berfatwa demikian karena saat itu ada muncul kasus orang-orang kafir yang menjadi mata-mata di rumah tangga muslim. Sehingga beliau menyebutkan seperti itu.

Gara-gara Punya Pembantu, Istri Jadi Lemah Ingatan?

Begitu juga alasan bahwa para istri akan jadi pemalas kalau punya pembantu. Ini pun agak aneh juga kalau dikaitkan dengan realitas negeri kita. Boleh jadi para istri di Saudi Arabia sana memang terkena dampak negatif. Mereka jadi hidup bermalas-malasan, lalu mungkin pernah ada kasus dimana otak mereka jadi beku dan lemah ingatan. Entahlah bagaimana ceritanya.

Sementara kondisi di negeri kita, kalau sampai dibilang bahwa punya pembantu akan membuat para istri jadi beku otaknya dan melemahkan ingatan, rasa-rasanya agak terlalu jauh. Sebab nyatanya memang belum pernah ada istri jadi lemah ingatan hanya gara-gara punya pembantu.

Punya Pembantu Muncul Fitnah

Tetapi kalau sering terjadinya fitnah antara pembantu dengan majikan laki-laki memang tidak bisa dipungkiri terjadinya. Ada beberapa kasus di negeri kita, dimana suami mata keranjang main mata dengan pembantu.

Tetapi jangan dibandingkan dengan kasus-kasus pemerkosaan yang marak dihadapi para pembantu rumah tangga kita disana. Maka wajar dan masuk akal sekali kalau ulama sekelas Al-Utsiamin memberikan warning yang amat keras. Dalam hal ini tentu kita sangat mendukung fatwa beliau rahmahullah.

B. Hukum Memiliki Pembantu Rumah Tangga

Sebenarnya memiliki pembantu rumah tangga menurut fatwa di atas tidak mutlak haram, kecuali fatwa itu mengingatkan akan madharat-madharat yang sering ditimbulkan berdasarkan kasus-kasus yang pernah terjadi sebelumnya. Dengan pertimbangan fatwa itu dikeluarkan di negeri mereka dengan realitas mereka, tentu kita bisa terima dan harus menghormati.

Dan begitu juga di negeri kita, tentu hukum asal dari memiliki pembantu rumahnya juga boleh dan tidak ada larangan. Asalkan masih dalam koridor syariah dan tidak terjadi pelanggaran. Tentu tiap orang punya kasus yang berbeda, sebagaimana kebiasaan dan ‘urf tiap masyarakat juga berbeda-beda.

Masyarakat kebanyakan di negeri maju seperti Amerika dan Eropa umumnya tidak terlalu terbiasa memiliki pembantu di rumah-rumah mereka. Kalau pun ada, biasanya para pembantu itu tidak tinggal di rumah tuannya, tetapi sifatnya part-time saja. Umumnya upah pembantu disana jauh lebih mahal.

Sebaliknya di negeri lainnya, seperti negeri kita, umumnya pembantu rumah tangga memang tinggal bersama majikan dalam satu rumah. Umumnya upah pembantu disini lebih murah, oleh karena itu seringkali dalam satu rumah ada lebih dari satu pembantu.

Tentu saja keberadaan pembantu di sebuah rumah tangga tidak bisa difatwakan secara general, misalnya halal atau haram secara hitam putih.

1. Nabi SAW Punya Banyak Pembantu

Dalil keholehan kita punya pembantu adalah apa yang dicontohkan sendiri oleh diri Rasulullah SAW. Kalau kita perhatikan, Rasulullah SAW sendiri juga diriwayatkan punya pembantu. Bahkan jumlahnya bukan hanya satu orang melainkan banyak orang. Ada yang laki-laki dan ada juga yang perempuan.

Kalau kita cermati hadits-hadits nabi, setidaknya kita menemukan lebih dari 10 shahabi atau shahabiyah yang pernah tercatat mengabdikan diri kepada diri Rasulullah SAW. Di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Anas bin Malik
2. Bilal bin Rabah – Adzan
3. Abu Dzar Al-Ghifari
4. Abdullah bin Mas’ud – membawakan sandal
5. Zaid bin Haritsah
6. Uqbah bin Amir Al-Juhani – menuntun bagal
7. Hindun dan Asma’ binti Haritsah Al-Aslami
8. Rabiah bin Ka’b Al-Aslami
9. Saad – bekas budak Abu Bakar
10. Dzu Mihmar – keponakan Raja Najasyi
11. Bukair bin Suddakh Al-Laytsi
Maka pada dasarnya kita boleh punya pembantu rumah tangga, sebab hal itu dijalankan juga oleh Rasulullah SAW dan juga para istri beliau.

2. Fatimah Minta Pembantu Tapi Ditolak Rasulullah

Adapun penolakan Nabi SAW atas permintaan puterinya sendiri, Fatimah radhiyallahuanha, untuk punya pembantu rumah tangga, tentu harus dipahami secara tepat. Penolakan ini tentu tidak berarti bahwa memiliki pembantu itu haram hukumnya atau makruh. Tetapi alasannya lebih bersifat teknis dan kasuistik.

Kasusnya kira-kira mirip dengan larangan Nabi SAW kepada Ali bin Abil Thalib sang menantu untuk tidak berpoligami. Larangan itu tentu tidak bisa disimpulkan bahwa poligami itu haram secara mutlak. Sebab Rasulullah SAW dan rata-rata para shahabat hidup dengan berpoligami.

Bahkan Ali bin Abi Thalib sendiri pun berpoligami juga, setidaknya beliau berpoligami sepeninggal Rasulullah SAW dan istrinya, Fatimah.

Satu hal yang agak unik dari rumah tanggal Ali dan Fatimah adalah begitu besarnya campur tangan Rasulullah SAW di dalamnya. Bayangkan, yang mengakikahi kedua putera mereka bukan bapaknya yaitu Ali, melainkan kakeknya yaitu Rasulullah SAW sendiri.

Sebagian ahli sirah ada yang menganalisa bahwa yang menafkahi pasangan suami istri itu pun Rasulullah SAW sendiri. Ibarat kata, menantu numpang hidup sama mertua. Sebab konon saat itu Ali memang bukan pedagang juga bukan pekerja yang punya banyak harta. Beliau lebih konsen jadi pembelajar yang merupakan gudang ilmu.

Logikanya, dari mana duitnya untuk bisa membayar pembantu buat kepentingan istrinya. Wajar kalau sang mertua, yaitu Rasulullah SAW sendiri yang meminta puterinya untuk tidak membebani sang suami dengan kewajiban membayar pembantu.

Dari sini kita bisa ambil pelajaran, kalau memang tidak mampu bayar pembantu lantaran keuangan cekak, ya tidak perlu punya pembantu.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA

Sumber : Rumah Fiqih

Share this post

scroll to top