(Video) ‘Kalah’ Melawan Al-Qur’an, Profesor Ini, Dr. Jeffrey Lang, Masuk Islam

Dr. Jeffry Lang. (Foto: bestrightway.com)

Dr. Jeffry Lang. (Foto: bestrightway.com)

Akhwatmuslimah.com – Saat menjadi siswa tahun terakhir di Notre Dam Boys High, sebuah SMA Katholik, Jeffrey Lang memiliki keberatan rasional terhadap keyakinan akan keberadaan Tuhan. Diskusi dengan pendeta sekolah, orangtuanya, dan rekan sekelasnya tak juga bisa memuaskannya tentang keberadaan Tuhan. “Tuhan akan membuatmu tertunduk, Jeffrey!” kata ayahnya ketika ia membantah keberadaan Tuhan di usia 18 tahun.

Ia akhirnya memutuskan menjadi atheis pada usia 18 tahun, yang berlangsung selama 10 tahun ke depan selama menjalani kuliah S1, S2, dan S3, hingga akhirnya memeluk Islam.

Berikut ini adalah penuturan Dr. Jeffry Lang tentang kisahnya menjadi muslim :

Perlu diingat bahwa dulu saya seorang Atheis selama beberapa tahun dari usia 16 sampai 28 tahun. Saya ingin kalian tahu latar belakarng dari kisah ini. Jika anda seorang Atheis yang menolak keberadaan Tuhan. Jika anda melakukan ini, anda telah menempuh jalan yang salah dan berbahaya. Karena anda telah melukai jiwa dan kepribadian anda dengan sangat mendalam.

Dan ketika seorang Atheis memeluk Islam maka banyak sekali perbaikan yang harus dilakukan. Karena banyak kerusakan pada dirimu, telah banyak terbangun keangkuhan, kesia-siaan. Begitu banyak kualitas yang merusak. Hingga butuh waktu untuk meruntuhkannya lalu membangunnya kembali untuk merekontruksi karakter anda.

atheisMenceritakan kisah ini tidaklah membanggakan, sebenarnya sangat memalukan. Bahkan dulu saya sulit untuk menceritakannya karena itu bukan kisah hidup yang baik. Tetapi saya berpikir tentang kasih sayang Allah Yang Maha Kuasa. Itulah alasan saya untuk berbagi kisah ini kepada anda. Satu-satunya kesulitan yang saya hadapi adalah memberitahu ibu saya bahwa saya telah menjadi muslim. Karena dia adalah pemeluk Kristen yang taat, ketika saya menjadi Atheis dia sangat sangat terkejut. Dan ketika saya menjadi muslim situasinya menjadi lebih buruk. Saya kesulitan memberitahunya.

Beberapa hari setelah saya menjadi muslim saya menelponnya. Beliaulah orang yang pertama kali saya kabari secara pribadi. Itu benar-benar situasi yang menguras emosi. Tiga minggu selama liburan semester ketika saya pulang ke rumah, saya harus membela apa yang telah saya lakukan. Karena saya harus menjelaskan Islam ke pada orang tua saya, dari A sampai Z. Kami bicara sampai jam 5 pagi setiap malam, ibu dan saya, mendiskusikan agama. Selama dua minggu berturut-turut, sangat melelahkan tapi akhirnya dia menghormati  agama saya. Suatu hari dia berkata, “Saya mengerti mengapa kamu menjadi seorang muslim, orang yang berpikir seperti kamu, saya dapat mengerti mengapa agama itu terlihat menarik.” Lalu beliau katakan, “Tapi maaf anakku saya tidak akan pernah menjadi muslim.” Lalu saya katakan padanya, “Saya  bahkan tidak menyarankan itu.”

Setelah itu kami setuju untuk membicarakannya dalam jangka waktu lama dan kami melakukannya. Tapi akhirnya beliau berkata, “Saya tak mau mendiskusikannya lagi.” Jadi kami hampir tak pernah membicarakannya lagi. Kecuali beliau memulainya, baru saya akan menjawab. Tapi saya takkan pernah memulainya, karena dia menjadi kesulitan membela diri. Begitulah. Terimakasih



Jadi bisa dibayangkan reaksi saya ketika membuka Al-Qur’an, awal dari surah kedua Al-Qur’an yang berjudul ‘sapi'(Al-Baqarah). Dimulai denga  “alif, lam dan mim”. “Itu adalah kitab yang tak ada keraguan didalamnya, petunjuk bagi orang bertaqwa.” (Qs.2:2) Saya terkejut, terasa seperti suara dari langit memanggil saya. Saya kemudian membaca doa meminta petunjuk meski secara tak sadar. “Itu”, meski seharusnya diterjemahkan “ini”, tapi penerjemahnya menulis “itu”. Saya senang terjemahannya. “Itu,/apa?kitab ini? kitab itu? kitab ini? kitab itu! Kitab itu tak ada keraguan di dalamnya.” “Petunjuk bagi orang yang bertakwa, orang yang memiliki kesadaran beragama. Saya terkejut, saya langsung tertarik. Apa yang tertulis di dalamnya?

Saya terus membaca Al-Qur’an, pada awalnya saya membaca tentang orang yang akan diberi petunjuk. Sepertinya ditulis untuk orang-orang yang tak beriman. Saya terkejut jika ada muslim yang berpikir bahwa al-Qur’an dibacakan bagi orang beriman dan tak perlu memberitahu non muslim. Pemirsa yang sebenarnya adalah orang-orang yang ta beriman, merekalah yang mendengarnya. Ketika saya membacanya saya yakin Al-Qur’an di tulis bagi orang yang tak beriman, Al-Qur’an diwahyukan untuk semua orang. Tapi saya merasa Al-Qur’an berbicara kepada saya. Karena dimulai dengan melukiskan siapa para pembacanya? Siapa yang akan mendapat manfaat dari sini? Siapa yang sedikit mendapat menfaat? Siapa yang seperti berada di pertengahan?

Melukiskan orang tak beriman dan kualitas mereka, tiga atau empat ayat berbicara tentang orang-orang yang tertutup pikirannya yang takkan mempertimbangkan hal ini. Mereka takkan mau memikirkannya, mereka takkan mau diganggu. Bicara tentang mereka sekitar satu setengah baris. Mereka tak mau mempertimbangkannya, mereka takkan mau meluangkan waktu. Lalu sebanyak 12 baris dari ayat 8 sampai ayat 20 tentang orang-orang yang berada di pertengahan. Di dalamnya termasuk saya, saya mungkin seorang Atheis tetapi saya punya keinginan untuk mendengarnya. Saya mungkin seorang Atheis tetapi saya ingin tahu. Saya bukan orang yang menolak secara sembarangan, hanya keraguan saya belum terpuaskan. Jadi saya berada di pertengahan itulah saya, saya tahu.

jeffrey-lang-3Di dalam surat kedua terlihat secara ringkas teman-teman utama islam dari situ kalian akan terpatri. Apa yang menjadi pertanyaan pertama anda? pertanyaan pertama saya adalah apakah tujuan hidup ini? Mengapa Tuhan menciptakan kita? apakah Dia menciptakan kita untuk dihukum? Pada surah kedua pertanyaan ini terjawab. “Malaikat bertanya kepada Tuhan, ‘Mengapa Engkau menciptakan manusia? Mahluk yang akan menciptakan penderitaan dan menumpahkan darah? Sementara kita selalu berbakti dan memujimu.” Tahukah kalian apa reaksi saya ketika membaca itu? “Lho,itu kan pertanyaan saya!.” “Mengapa Tuhan menciptakan kita di bumi untuk menderita? mengapa menciptakan mahluk yang mampu berbuat kesalahan? dan menempatkan kita dalam keadaan dimana kita dapat mempraktekkan kecenderungan kita yang paling merusak. Mengapa Tuhan tidak menciptakan kita sebagai malaikat dan menempatkan kita di surga? di dalam ke kuasaan-Mu? Itulah pertayaan saya, saya sudah tanyakan itu kepada para pendeta, kepada rabbi Yahudi, saya sudah bertanya kepada para Biarawan Budha, kepada kaum Hindu, saya sudah bertanya kepada pendeta tertinggi krisnadi kampus, saya sudah bertanya kepada orang. Ternyata pertanyaan saya ada disitu di dalam beberapa baris ayat al-Qur’an ayat ketiga dari surah kedua Al-Qur’an.

Pertanyaan saya diletakkan di sana melalui mulut para Malaikat. Perlahan tapi pasti Al-Qur’an menuturkan jawaban-jawaban melalui berbagai fase dan sudut pandang kehidupan, pesan-pesan yang berkaitan membawamu ke dalam desainnya. Jadi ketika saya membaca Al-Qur’an, saya merasa terjaring, saya merasa itu benar-benar ditulis secara sempurna untuk orang yang tak beriman. Jadi saya benar-benar mendorong anda, jika anda mengetahui seseorang yang tulus tertarik kepada Islam  tetapi dia tidak merasa punya waktu, arahkanlah dia kepada Al-Qur’an. Terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa inggris yang anda yakini baik, tunjukan dia ke arah itu. Tiada apapun yang lebih kuat untuk mengajak seseorang kedalam islam selain dari Al-Qur’an.

Sumber: Aina Azzahrah

Share this post

scroll to top