7 Landasan Memilih Tempat Tinggal Dan Teman Yang Baik Sebagai Dasar Pembentukan Kepribadian

Ilustrasi. (Foto: beritasatu.com)

Ilustrasi. (Foto: beritasatu.com)

Akhwatmuslimah.com – Manusia adalah makhluk sosial, sehingga manusia selalu membutuhkan manusia lain dalam melakukan aktifitasnya. Dalam pembentukan karakter diri seseorang juga sangat erat hubungannya dengan orang lain yang ada di sekitarnya. Sehingga menjadi kebutuhan yang dasar bahwa kita memilih lingkungan/ masyarakat yang baik disekitar kita sebagai bentuk perbaikan diri kita. Selektif dalam memilih lingkungan atau teman merupakan prinsip utama dalam Islam. Sejarah pun menunjukkan bahwa para ulama terdahulu benar-benar memperhatikan prinsip ini

 “Seseorang tergantung agama teman akrabnya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian memerhatikan siapa yang dijadikan sebagai teman akrab.” (HR. Abu Dawud dalam As-Sunan 2/293, At-Tirmidzi As-Sunan 2/278, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 4/171 dan Ahmad dalam Al-Musnad 2/303 dan 334 dari sahabat Abu Hurairah. Lihat Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah no. 927)

Memilih lingkungan teman yang baik akan memudahkan kita (memotivasi) kita dalam melakukan kebaikan, begitu juga dengan memilih teman yang buruk akan bisa menyeret kita mengikuti aktifitas keburukan mereka dilingkungan tersebut. Apalagi didasari rasa iseng, coba coba atau tidak sungkan hati yang dengan mudah kita mengikuti apa yang ia lakukan.

Begitu juga dengan tempat tinggal, kondisi disekitar akan sangat mempengaruhi semangat kita dalam beraktifitas (berorganisasi, belajar, bersosialisasi) serta semangat dalam beribadah jika tinggal dalam lingkungan yang kondusif (islami).

Ketika bulan ramadhanpun akan ada perubahan aktifitas masyarakat yang berubah, dari tidak pernah puasa menjadi berpuasa meskipun karena tuntutan atau kewajiban sebagai orang beriman. Tapi ada juga aktifitas yang berubah, masjid menjadi ramai, kota amal masjid setiap harinya terisi lebih banyak dibanding yang lainnya, lebih menjaga sikap/ tingkah/ perbuatan begitu juga lisan, kajian keislaman menjadi ramai, dan lain sebagainya. Semua banyak berubah menjadi yang lebih positif, itu karena masyarakat tersighboh dengan kehadiran bulan ramadhan yang mulia, yang semua pahala dilipat gandakan dan selalu bersemangat berlomba-lomba dalam kebaikan. Suasana ramdhan merupakan suasana yang sangat mendukung setiap orang untuk meningkatkan amal ibadahnya.

Begitu juga dengan kondisi lingkungan sekitar. Kondisi lingkungan sekitar akan mendukung kualitas hidup atau kualitas ibadah kita sehingga lingkungan baik akan selalu memotivasi kita berbuat baik, atau minimal kita merasa rikuh, yang lain berbuat baik kita diam saja. Awalnya mungkin terpaksa atau hanya ikut-ikutan, tapi setelahnya kita terbiasa dan memperbaharui niat agar aktifitas yang kita lakukan bukan hanya ikut ikutan tapi juga bermanfaat untuk kita (berpahala) dan diridhoi Allah.

Mari kita simak landasan dan pendapat yang menganjurkan kita memilih lingkungan atau teman yang baik.

1. “Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya dipagi dan disenja hari dengan mengharap keridhoan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini. Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (Al-Kahfi:28)



2. “Sesungguhnya perumpamaan teman yang baik (shalihah) dan teman yang jahat adalah seperti pembawa minyak wangi dan peniup api pandai besi. Pembawa minyak wangi mungkin akan mencipratkan minyak wanginya itu atau engkau menibeli darinya atau engkau hanya akan mencium aroma harmznya itu. Sedangkan peniup api tukang besi mungkin akan membakar bajumu atau engkau akan mencium darinya bau yang tidak sedap“. (Riwayat Bukhari, kitab Buyuu’, Fathul Bari 4/323 dan Muslim kitab Albir 4/2026)

3. Sosok teman sangat berpengaruh bagi kehidupan seseorang baik di dunia maupun di akhirat.
Di dalam Shahih Al-Bukhari no. 3742 disebutkan bahwa Alqamah seorang tabi’in yang mulia berkisah:

“Ketika aku masuk ke Negeri Syam, maka aku (langsung menuju masjid dan) shalat dua raka’at. Kemudian kupanjatkan sebuah do’a: ‘Ya Allah, berilah aku kemudahan untuk mendapatkan teman yang baik (di negeri ini)’. Usai berdo’a kudatangi sekelompok orang yang sedang duduk-duduk dan turut bergabung bersama mereka. Lalu datanglah seorang syaikh dan duduk disebelahku. Aku bertanya kepada mereka, ‘Siapakah orang ini?’ Mereka menjawab: ‘Beliau adalah sahabat Abu Darda’.’ Maka aku katakan kepada beliau, ‘Aku telah berdo’a kepada Allah agar diberi kemudahan untuk mendapatkan teman yang baik (di negeri ini). Sungguh Allah telah memudahkanku untuk bertemu denganmu.’ Sahabat Abu Darda’ berkata: ‘Dari manakah engkau’. Maka kukatakan: ‘Aku dari Negeri Kufah’.”

4. Selektif dalam memilih teman merupakan kewajiban setiap insan muslim. Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: “Memerhatikan teman merupakan kewajiban setiap insan muslim. Jika mereka itu orang-orang yang buruk, maka hendaknya dijauhi, karena (penyakit) mereka itu lebih kuat penularannya daripada kusta. Atau jika mereka itu teman-teman yang baik, yang senantiasa memerintahkan kepada kebaikan, mencegah dari kemungkaran dan membimbing kepada pintu-pintu kebaikan, maka hendaknya bergaullah dengan mereka.” (Al-Qaulul Mufid Syarh Kitabit Tauhid 1/224)

5. Al-Imam Badruddin Ibnu Jama’ah Al-Kinani berkata: “Bila dia (seorang penuntut ilmu) membutuhkan teman, hendaknya memilih orang yang shalih, beragama, bertakwa, wara’, cerdas, banyak kebaikannya lagi sedikit keburukannya, santun dalam bergaul, dan tak suka berdebat. Bila dia lupa, teman tersebut bisa mengingatkannya. Bila dalam keadaan ingat (kebaikan), teman tersebut mendukungnya. Bila dia butuh bantuan, teman tersebut siap membantunya. Dan bila dia sedang marah, maka teman tersebut pun menyabarkannya.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, hlm. 83-84)

6. Bakr bin Abdullah Abu Zaid, ketika baliau berkata,” Hati-hatilah dari teman yang jelek …!, karena sesungguhnya tabiat itu suka meniru, dan manusia seperti serombongan burung yang mereka diberi naluri untuk meniru dengan yang lainnya. Maka hati-hatilah bergaul dengan orang yang seperti itu, karena dia akan celaka, hati- hatilah karena usaha preventif lebih mudah dari pada mengobati “.

7. Nasehat Ibnu Qudamah

“ketahuilah, bahwasannya tidak dibenarkan seseorang mengambil setiap orang jadi sahabatnya, tetapi dia harus mampu memilih kriteria-kriteria orang yang dijadikannya teman, baik dari segi sifat-sifatnya, perangai-perangainya atau lainnya yang bisa menimbulkan gairah berteman sesuai pula dengan manfaat yang bisa diperoleh dari persahabatan tersebut itu. [ ]

==

Sumber: herih

Share this post

scroll to top