Allah Benci Orang GEMUK?

Ilustrasi. (Foto:  manfaattumbuhanbuah.blogspot.com)

Ilustrasi. (Foto: manfaattumbuhanbuah.blogspot.com)

Akhwatmuslimah.com – Diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabary (310H) rahimahullah dalam kitab tafsirnya pada surah Al-An’aam ayat 91 no.(13571) 4/3257:

قال : حدثنا ابن حميد قال : ثنا يعقوب القمي عن جعفر بن أبي المغيرة عن سيعد بن جبير قال : جاء رجل من اليهود يقال له مالك بن الصيف يخاصم النبي صلى الله عليه وسلم ، فقال له النبي صلى الله عليه وسلم : ” أَنْشُدُكَ بِالَّذِي أَنْزَلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى ، أَمَا تَجِدُ فِي التَّوْرَاةِ أَنَّ اللَّهَ يُبْغِضُ الْحَبْرَ السَّمِينَ ؟ ” وَكَانَ حَبْرًا سَمِينًا ، فَغَضِبَ

Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata: Seorang Yahudi yang bernama Malik bin As-Shaif datang menantang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya: “Aku memintamu demi Allah yang menurunkan Taurat kepada Musa, tidakkah engkau mendapati dalam Taurat bahwa sesungguhnya Allah membenci pendeta yang gemuk?” Orang Yahudi tersebut adalah seorang pendeta yang gemuk, maka ia marah.

Sanad hadits ini lemah, karena Ibnu Humaid (248H) nama lengkapnya Muhammad bin Humaid At-Tamimy[1] periwayatan haditsnya lemah.

Selain itu Sa’id bin Jubair (95H) adalah seorang tabi’iy tidak pernah bertemu dengan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dengan demikian sanadnya mursal (terputus).
Hadits ini juga diriwayatkan dari perkataan Ka’ab Al-Ahbaar radhiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan oleh Ibnu Ma’in (233H) rahimahullah dalam kitabnya “At-Taariikh” no.(4069) 4/222:

قَالَ عَبْدُ الصَّمَدِ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي النَّوَّارِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ ذَكْوَانَ، عَنْ رَجُلٍ، عَنْ كَعْبٍ قَالَ: ” إِنَّ اللهَ يُبْغِضُ أَهْلَ الْبَيْتِ اللَّحْمِيِّينَ وَالْحَبْرَ السَّمِينَ ”

Ka’ab berkata: Sesungguhnya Allah membenci keluarga yang suka makan daging[2] , dan pendeta yang gemuk.
Tapi sanadnya juga lemah karena ada rawy yang tidak disebutkan namanya (mubham), dan Muhammad bin Abi An-Nawwar[3]; Abu Hatim (277H) mengatakan: Aku tidak mengenalnya.
Diriwayatkan juga oleh Ath-Thabary dalam kitabnya “Tahdzib Al-Atsaar” no.(515) 1/303:

قال : حدثني يونس قال : أخبرنا ابن وهب قال : أخبرني عبد الله بن عياش عن يزيد بن قَوْذَر عن كعب قال :«مَنْ تَضَعْضَعَ لِصَاحِبِ الدُّنْيَا وَالْمَالِ تَضَعْضَعَ دِينُهُ، وَالْتَمَسَ الْفَضْلَ عِنْدَ غَيْرِ الْمُفْضِلِ، وَلَمْ يُصِبْ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللهُ لَهُ، وَإِنَّ اللهَ ليُبْغِضُ كُلَّ جَمَّاعٍ لِلْمَالِ، مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ، مُسْتَكْبِرٍ، وَيُبْغِضُ كُلَّ حَبْرٍ سَمِينٍ»



Ka’ab berkata: Barangsiapa yang merendah kepada orang yang memiliki kenikmatan dunia dan harta maka agamanya juga akan merendah, dan mencari kemuliaan pada orang yang tidak mulia, dan ia tidak akan mendapatkan sesuatu dari dunia ini kecuali apa yang sudah ditakdirkan Allah untuknya, dan sesungguhnya Allah membenci semua orang yang rakus mengumpulkan harta, tidak mau melakukan kebaikan, sombong, dan membenci semua pendeta yang gemuk.

Dalam sanadnya ada rawy yang bernama Yazid bin Qaudzar Al-Masry[4]; Ibnu Hibban mengagapnyatsiqah (haditsnya sahih), sedangkan Imam Bukhari  (256H) dalam kitabnya At-Tarikh Al-Kabiir, Ibnu Abi Hatim  (327H) dalam kitabnya Al-Jarh Wa At-Ta’diil hanya menyebutnya tanpa menghukumi ia lemah atau tidak.

Dalam sahih Bukhari dan Muslim (261H), dari ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu; Rasulullahsallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«خَيْرُكُمْ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، إِنَّ بَعْدَكُمْ قَوْمًا يَخُونُونَ وَلاَ يُؤْتَمَنُونَ، وَيَشْهَدُونَ وَلاَ يُسْتَشْهَدُونَ، وَيَنْذِرُونَ وَلاَ يَفُونَ، وَيَظْهَرُ فِيهِمُ السِّمَنُ»

“Yang paling baik dari kalian adalah orang yang hidup di masaku, kemudian masa setelahnya, kemudian seetelahnya. Sesungguhnya pada masa yang akan datang ada kaum yang suka berkhianat dan tidak bisa dipercaya, mereka bersaksi sebelum diminta kesaksiaannya, bernazar tapi tidak melaksanakannya, dan nampak pada mereka ke-gemukan”.

Dalam riwayat sahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

«ثُمَّ يَخْلُفُ قَوْمٌ يُحِبُّونَ السَّمَانَةَ، يَشْهَدُونَ قَبْلَ أَنْ يُسْتَشْهَدُوا»

“Kemudian datang kaum yang suka menggemukkan badan, mereka bersaksi sebelum diminta bersaksi.”
Imam Qurthubi (671H) rahimahullah berkata: Hadits ini adalah celaan bagi orang gemuk, karena gemuk yang disengaja disebabkan karena banyak makan, minum, santai, foya-foya, selalu tenang, dan terlalu mengikuti hawa nafsu. Ia adalah hamba bagi dirinya sendiri dan bukan hamba bagi Tuhannya, orang yang hidupnya seperti ini pasti akan terjerumus kepada yang haram, dan semua daging yang tumbuh di badannya dari yang haram maka neraka adalah tempat yang tepat yang layak baginya. Allah –subhanahu wa ta’aalaa– telah mencela orang kafir karena banyak makan, dalam firman-Nya:

{وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَهُمْ} [محمد: 12]

“Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka”. [Muhammad:12]

Maka jika seorang mukmin meniru mereka dan menikmati kenikmatan dunia setiap saat, lantas dimana hakikat keimanan dan pelaksanaan Islam pada dirinya? Barangsiapa yang banyak makan dan minum, maka ia akan semakin rakus dan tamak, bertambah malas dan banyak tidur di malam hari. Siang harinya dipakai untuk makan dan minum, sedangkan malamnya hanya untuk tidur. [Jami’ li Ahkam Al-Qur’an 13/394]

Dalam hadits lain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

” إِنَّهُ لَيَأْتِي الرَّجُلُ العَظِيمُ السَّمِينُ يَوْمَ القِيَامَةِ، لاَ يَزِنُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ، وَقَالَ: اقْرَءُوا {فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا} [ الكهف : 105 ] ” .

Sesungguhnya akan didatangkan seseorang yang sangat gemuk pada hari kiamat, akan tetapi timbangannya disisi Allah tidak seberat sayap lalat. Bacalah firman Allah: “Dan kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat“. [Sahih Bukhari dan Muslim]

Imam An-Nawawi (676H) rahimahullah mengatakan: Hadits ini adalah celaan bagi orang yang gemuk. [Syarah sahih Muslim 17/129]

Ja’dah Al-Jusyamy radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenunjuk perut seorang yang gemuk dan berkata:

” لَوْ كَانَ هَذَا فِي غَيْرِ هَذَا، كَانَ خَيْرًا لَكَ ”

“Seandainya ini bukan di sini, pasti akan lebih baik”. [Mustadrak Al-Hakim: Sanadnya bagus]

Imam Syafi’iy (204H) rahimahullah berkata: Sama sekali tidak akan beruntung orang yang gemuk, kecuali Muhammad bin Hasan Asy-Syaibany (189H).
Imam Syafi’iy ditanya: Kenapa demikian?
Beliau menjawab: Karena seorang yang berakal tidak lepas dari dua hal; sibuk memikirkan urusan akhiratnya atau urusan dunianya, sedangkan kegemukan tidak terjadi jika banyak pikiran. Jika seseorang tidak memikirkan akhiratnya atau dunianya berarti ia sama saja dengan hewan.

Kemudian Imam Syafi’iy menceritakan kisah seorang raja yang sangat gemuk sampai tidak bisa berbuat apa-apa. Sang raja mengumpulkan para dokter dan berkata: “Carilah cara untuk mengurangi berat badanku”. Akan tetapi tidak seorang dokterpun yang bisa memberi solusi.

Kemudian sang raja mendengar tentang seorang yang pandai, beradab, bisa mengobati, dan meramal. Lalu sang raja mengutus seseorang kepadanya meminta pengobatan dan akan diberi kekayaan.

Orang pintar berkata: “Semoga Allah menyembuhkan sang raja, saya adalah seorang dokter dan peramal, maka berilah saya kesempatan malam ini untuk melihat nasib yang mulia, dan obat apapun yang sesuai dengan ramalan nasib yang mulia maka akan aku berikan”.

Keesokan harinya, orang pintar berkata: “Wahai sang raja, beri aku perlindungan!”.

Raja menjawab: “Jangan takut, kamu akan aman”.

Orang pintar berkata: “Aku telah melihat ramalan yang mulia dan menunjukkan bahwa umur yang mulia hanya tinggal satu bulan. Maka terserah yang mulia, apakah masih mau aku obati atau tidak. Dan kalau yang mulia tidak percaya, maka tahanlah aku disini. Jika perkataanku benar, maka bebaskan aku. Dan jika tidak, maka hukumlah aku”.

Lalu sang raja menahannya, kemudian pergi menyendiri jauh dari rakyatnya. Perasaan risau terus menghantuinya, ia terus menunduk tidak pernah mengangkat kepala, menghitung hari demi hari sisa hidupnya. Makin bertambah hari berlalu, makin bertambah pula rasa cemasnya. Sampai akhirnya ia menjadi kurus, setelah berlalu 28 hari.

Kemudian sang raja memanggil orang pintar tersebut dan berkata: “Bagaimana menurutmu?”

Orang pintar berkata: “Semoga Allah memuliakan sang raja, saya lebih hina dihadapan Allah untuk mengetahui yang gaib. Dami Allah umur saya pun tidak aku ketahui, lalu bagaimana mungkin aku mengetahui umur yang mulia? Aku sama sekali tidak punya obat kegemukan kecuali rasa khawatir dan cemas, dan aku tidak bisa membuat yang mulia merasa cemas kecuali dengan cara ini.

Akhirnya tubuh sang raja tidak gemuk lagi, dan orang pintar tersebut diberi hadiah yang baik.[5]

Umar bin Khattab ra. pernah bertemu seseorang di jalan, dan bertanya kepadanya, “Kenapa perutmu besar seperti ini?”, tanya Umar bin Khattab ra.

“Ini karunia dari Allah.”, jawab orang tersebut.

“Ini bukan berkah, tapi azab dari Allah!”, seru Umar. Ia pun melanjutkan, “Hai sekalian manusia, hai sekalian manusia. Hindari perut yang besar. Karena membuat kalian malas menunaikan shalat, merusak organ tubuh, menimbulkan banyak penyakit. Makanlah kalian secukupnya. Agar kalian semangat menunaikan shalat, terhindar dari sifat boros, dan lebih giat beribadah kepada Allah.”
Wallahu a’lam !

 

[1]  Lihat biografi Ibnu Humaid dalam kitab: Tahdziib Al-Kamaal karangan Al-Mizziy 25/97, Al-Kaasyif karangan Adz-Dzahaby 2/166, Taqriib At-Tahdziib karangan Ibnu Hajar hal.475.

[2]  Sebagian menafsirkannya makan daging manusia dengan gibah.

[3]  Lihat biografi Muhammad bin Abi An-Nawwar dalam kitab: At-Taariikh Al-Kabir karangan Imam Bukhari 1/251, Jarh wa ta’diil karangan Ibnu Abi Hatim 8/111, Ats-Tsiqaat karangan Ibnu Hibban 7/432, Lisan Al-Mizaan karangan Ibnu Hajar 7/553.

[4]  Lihat biografi Yazid dalam kitab At-Taariikh Al-Kabiir karangan Imam Bukhari 8/353, Al-Jarh wa At-Ta’diil 9/284, At-Tiqaat karangan Ibnu Hibban 7/626.

[5] Perkataan Imam Syafi’iy diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitabnya Hilyatul Auliya’ 9/146, sedangkan tambahan kisah diriwayatkan oleh Al-Baehaqiy dalam kitabnya Manaaqib Asy-Syafi’iy 2/120. Ada beberapa perawi dalam sanadnya yang saya tidak ketahui. Wallahu a’lam !

 

Sumber : umar-arrahimy.blogspot.com

Share this post

scroll to top