Akhwat Muslimah

10 Tahun Berjuang Mencari Pasangan, dan Menjalani 28 Kali Proses Ta’aruf

Ilustrasi. (Foto : wallpaperbang.com)

Ilustrasi. (Foto : wallpaperbang.com)

Akhwatmuslimah.com – Tulisan ini mencoba menghubungkan antara travelling dan proses menuju pernikahan, adalah karena jadwal minggu kedua dari sesi menulis mingguan saya adalah tentang travelling dan karena tepat 10 hari lagi (insya Allah) saya akan menjalani proses pernikahan. Jadi berusaha menyambung-nyambungkan lah. Alasan lain adalah karena banyak yang bertanya tentang proses perkenalan saya dengan si dia, sang calon suami saya. Jadi daripada saya jelaskan satu persatu, lebih baik saya tulis saja. Semoga bermanfaat.

Travelling atau jalan-jalan adalah salah satu hobi saya yang biasanya saya rencanakan jauh-jauh hari. Dalam 2 tahun terakhir ini, ada 2 sesi trip yang sudah direncanakan dan ternyata keduanya beririsan langsung dengan proses taaruf menuju pernikahan.

Pertama,di awal tahun 2012, saya merencanakan untuk trip ke 4 negara di Eropa bersama dengan 2 teman sekantor. Segala persiapan sudah direncanakan dengan matang, mulai dari pengajuan visa, pembelian tiket, pencarian data tentang tempat tujuan dan tentu saja menabung. Saat itu pembelian tiket harus sudah dilakukan di bulan Januari-Februari, untuk keberangkatan di bulan Juni 2012. Nah di sela-sela persiapan pemesanan tiket itulah, tawaran ta’aruf datang di bulan Januari 2012. Hanya 2 minggu berkenalan, dia pun memutuskan menemui ortu dirumah. Singkat cerita, saya harus memutuskan antara 2 hal ini, memilih travelling atau menikah. Dan saya pun memilih menikah. Saya lantas menghubungi kedua teman saya untuk meng-cancel rencana perjalanan, dan mereka memutuskan membeli tiket tanpa saya. Tetapi 3 hari setelah dia datang ke rumah, tiba-tiba bapak saya memberi keputusan bahwa dia tidak merestui saya menikah dengan laki-laki ini. Gubrag deh, saya pun terpuruk dan langsung menghubungi kedua teman saya yang akan pergi liburan ke Eropa, bahwa saya jadi ikut bergabung dengan mereka. Dan mereka pun mengucapkan hamdalah (karena tak jadi menikah? dan jadi liburan bersama mereka).

Kedua, di awal tahun 2013 ini, saya merencanakan trip ke Bromo (sekaligus aksi sosial bagi buku kepada anak-anak sekitar Bromo) di bulan Maret dan sudah menyerahkan DP sejak akhir Januari. Tiba-tiba, di akhir Februari, temanku yang sekarang menjadi calon suamiku, melamarku. Ini membuatku terkaget-kaget. Jelang keberangkatan ke Bromo, saya berkonsultasi ke guru ngaji, beliau menganjurkan untuk mengcancel pergi ke Bromo, tapi saat saya tanya calon suamiku, ternyata dia tidak mempermasalahkannya, jadilah saya berangkat ke Bromo di pertengahan bulan Maret 2013. Selama di Bromo, saya sibuk berkomunikasi dengannya dan keluarga saya, untuk mempersiapkan acara lamaran dan hari H. Sepulang dari Bromo di hari Selasa tanggal 12 Maret 2013, saya langsung dijemput ibu dan kakak, dan langsung pergi ke Jatinegara untuk hunting souvenir, lalu sore harinya pergi ke Depok untuk survey busana pengantin. Bahkan malamnya langsung mengerjakan tugas kuliah karena esok harinya adalah deadline tugas kampus. Nyaris tak ada jeda untuk beristirahat.

Jadi,travelling 2 tahun terakhir ini ternyata berkaitan langsung dengan proses pernikahan saya. Proyek pencarian jodoh saya, sesungguhnya dimulai tahun 2003 dan berakhir tahun 2013 ini. Berarti tepat 10 tahun saya berjuang dan berusaha mencari pasangan, dan menjalani proses taaruf sebanyak 28 kali. Berikut adalah rinciannya : tahun 2003 sebanyak 1 x, tahun 2004 sebanyak 2 x, tahun 2005 sebanyak 1 x, tahun 2006 sebanyak 4 x, tahun 2007 sebanyak 1 x, tahun 2008 sebanyak 8 x, tahun 2009 sebanyak 1 x, tahun 2010 sebanyak 2 x, tahun 2011 sebanyak 6 x dan tahun 2012 sebanyak 2 x (haha lengkap banget datanya, karena semua tersimpan rapi dalam diary saya).

Melelahkan sekali menjalani proses sebanyak 28 kali selama 10 tahun, lelah fisik dan jiwa,karena berkali-kali mengalami kegagalan ternyata tak kunjung membuatku tegar. Selama 10 tahun itulah, saya jatuh bangun menata harapan, tertatih-tatih membangun ketegaran dan kepercayaan diri, berharap dari satu proses ke proses berikutnya. Karena saat saya berproses taaruf, tentu saya berharap bahwa itulah proses yang terakhir. Saya pernah berproses dengan orang Pekanbaru, Lampung, Mesir, Maluku, Tangerang dan lain-lain. Saya pernah nge track menuju bandara, pernah juga sendirian naik motor ke Depok, hanya untuk menemui para lelaki yang akan berproses dengan saya. Tapi semuanya berakhir dengan kegagalan. Tak jarang saya terpuruk, jatuh dan mencoba bangkit berjuang memulihkan luka. Hingga di bulan Juni 2012, saya menyerah, saya lelah dan memutuskan berhenti berusaha, bahkan saya menghentikan semua doa meminta jodoh dan lebih fokus untuk memberi ruang kepada diri sendiri. Kebetulan di bulan November 2012, ada seleksi kuliah PPG dan saya lulus, jadi ada pelampiasan kesibukan lah dari semua kepenatan dan kelelahan hati. Tahun 2012 adalah puncak kelelahan saya.

Tetapi tiba-tiba di bulan Desember 2012, tawaran proses ke-28 itu datang (Proses taaruf di bulan Januari 2012 adalah proses saya yang ke-27), saat hati sudah lelah berjuang, saat diri tak siap membuka hati. Anehnya, setiap kali saya istikharah, 3 kali sehari, maka 3 kali itu saya menangis, dalam setiap doa-doa istikharah saya. Takut menolak tapi juga memang belum siap menerima yang baru. Maka  saya pun memutuskan mundur dari proses ini, jadi proses ke-28 ini adalah proses yang numpang lewat saja.

Bulan Januari 2013, saya larut dalam kesibukan kuliah PPG (Pendidikan Profesi Guru). Orangtua saya berangkat umrah di bulan ini (sepertinya inilah faktor penyumbang terbesar jodoh saya datang). Hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan bulan Februari. Di bulan Februari inilah, ada 2 kejadian penting yang saling berkaitan yaitu RAT (Rapat Anggota Tahunan Koperasi) dan lamaran dari dia, sang calon suami. Di RAT tanggal 16 Februari 2013, saya terpilih menjadi sekretaris Koperasi, tapi karena volume kesibukan kuliah dan alasan lain, saya memutuskan mundur dari kepengurusan ini. Saya pun mengajukan suratpengunduran ini, dengan 2 alasan yaitu kesibukan kuliah dan adanya agenda pribadiyang sedang direncanakan yang dikhawatirkan akan mengganggu kinerja kepengurusan. Ternyata point ke-2 inilah yang membuat dia bergerak dan melancarkan “serangan”nya. Saking pusingnya dengan masalah ini (koperasi dan kuliah), saya pun meminta kepada sahabat laki-laki saya di asrama, untuk mencarikan saya laki-laki yang bisa mengajak saya keluar dari sekolah ini. Ternyata dia pun mendengar ini dan makin memacu keberaniannya untukmengungkapkan niatnya menikahi saya.



Awalnya 2 hari setelah RAT, yaitu di hari Senin 16 Februari 2013, dia menelpon ingin menawarkan temannya dan memastikan saya belum punya calon suami. Lalu, hari Selasa hingga Jumat sore dia tetap bersikukuh mengaku bahwa dia akan menawarkan temannya (bukan dirinya sendiri) kepada saya, tetapi dengan ciri-ciri persis seperti dia yaitu orang Kudus, lulusan LIPIA, berprofesi sebagai guru. Setelah memastikan tidak akan ditolak, barulah tepat seminggu setelah RAT, yaitu di hari Jumat tanggal 22 Februari 2013 malam, dia pun menyampaikan niatnya untuk menikah denganku. Saat mendengarnya, sungguh tak terkira kekagetan saya, tak menyangka sama sekali, dan merasa aneh, bagaimana mungkin teman yang selama ini berinteraksi sehari-sehari, menjadi partner kerja karena mengajar satu bidang studi yang sama, terbiasa saling meledek dan berinteraksi tanpa beban,tiba-tiba menyampaikan berita mengagetkan, bahwa dia sudah istikharah dan mantap menikah dengan saya.

Sebenarnya, 2 tahun yang lalu, pada saat dia pertama kali bergabung ke sekolah ini, saya pernah dijodohkan dengan dia oleh sahabat saya, sang wakamad keasramaan. Tapi saat itu kecenderungan jawabannya adalah tidak, ibunya dia pengen dapet menantu orang Jawa, sementara saya berusaha mencari sosok yang kalau bisa, mengajakku untuk mengabdi di daerah. Saya fikir, semuanya sudah selesai saat itu, lalu saya pun memutuskan untuk serius berteman dengannya. Berinteraksi tanpa beban, tampil apa adanya tanpa ekspektasi apapun dan bahkan, masing-masing dari kita, berproses dengan yang lain, mencoba menghindari takdir.

Tapi ternyata seiring berjalannya waktu, semakin dia mengenalku katanya semakin meyakinkannya untuk serius menikah denganku. Bahkan saat dia menghadap ortuku, dia nyebut-nyebut istilah “witing tresno jalaran soko kulino” yang kira-kira bermakna cinta itu tumbuh karena seringnya ketemu (prikitiw). Saat dia menyampaikan niatnya, saya tak langsung memberi jawaban karena masih kaget dan tak menyangka. Esoknya, saya baru bisa berfikir. Saya menyuruhnya langsung menghadap ke orangtua, karena berkaca dari pengalaman-pengalaman saya sebelumnya, biasanya faktor penentu keputusan adalah orangtua. Saya takkan menikah denganorang yang tak direstui orangtua, walaupun saya menyukai sang lelaki. Maka saya serahkan pada orang tua untuk mengambil keputusan besar ini.

Akhirnya di hari Sabtu tanggal 2 Maret 2013 (seminggu setelah dia mengungkapkan niatnya), dia langsung menghadap orangtua di Cimone Tangerang (kebetulan orangtua sedang ada di rumah kakak), sendirian lagi, dan ajaib, bapakku langsung menerimanya tanpa harus istikharah katanya. Tambah kaget lah saya. Kenapa secepat dan selancar ini, saya sudah curiga, jangan-jangan inilah jodoh saya. Karena dulu sekali, saya pernah berdoa dalam setiap istikharah saya (dari proses-proses yang dulu), jika memang jodoh saya, indikatornya adalah tolong permudah dan percepat prosesnya. Ternyata doa tersebut dikabulkan saat ini, bertahun-tahun setelah saya beberapa kali proses taaruf. Takdir ini sudah tak bisa dihindari lagi. Takdir jugalah yang akhirnya mempertemukan kami kembali, setelah 2 tahun lalu kami gagal dijodohkan oleh mak comblang. Dia kembali datang, kali ini sendiri di bulan Februari 2013.

Jadi, di bulan Februari ini saya mengalami peristiwa yang berkaitan dengan 2 hal yaitu takdir yang dapat dihindari dan takdir yang tak dapat dihindari. Takdir yang dapat dihindari adalah menjadi pengurus koperasi (sekretaris) dan takdir yang tak dapat dihindari adalah masalah jodoh ini. Calon suamiku ini adalah orang ke-22 dari sekian proses taaruf saya, yang datang kembali dalam kondisi yang berbeda. Dulu dia ditawarkan melalui mak comblang, sekarang datang sendiri dengan penuh keyakinan dan keberanian. Dan ternyata angka 2 ini adalah angka yang bersejarah. Pada tanggal 22 februari, dia mengungkapkan niatnya, tanggal 2 Maret dia menghadap orang tuaku, tanggal 29 Maret (plus 1, maksudnya tanggal 30 Maret, hehe maksa) dia melamarku ke Tasik dan tanggal 20 April (insya Allah), kami akan menikah. Jadi, total hanya 2 bulan lah proses saya menuju pernikahan dengannya sejak 22 Februari hingga 20 April 2013. Rasanya seluruh lelah saya dengan 28 proses sebelumnya, hilang dan luruh seketika. Alhamdulillah.

Begitulah cerita tentang travelling dan proses menuju pernikahan saya. Dua kali rencana travelling saya di tahun ini dan tahun kemarin, ternyata beririsan langsung dengan proses menuju pernikahan. Semoga tulisan ini bermanfaat. Teriring doa dan salam cinta untuk para sahabat saya yang diuji dengan kesendirian, saya tahu dan bisa merasakan sekali apa yang kalian rasakan, beribu nasehat tentang kesabaran, beribu tuduhan tentang minimnya usaha yang dilakukan dan selalu “pilih-pilih”(bagaimana mungkin tidak pilih-pilih, membeli sepatu saja kita milih apalagi untuk teman seumur hidup),  rasanya tak cukup mengobati lara hati dan rasanya ingin berteriak pada dunia bahwa episode kesendirian sesungguhnya bukanlah episode yang kita inginkan. Tapi yakinlah Allah tak pernah tidur, Dia Maha Mengetahui kesedihan dan kerapuhan kita, dan akan tiba masanya saat wanita tak bisa lagi menolak laki-laki yang datang karena ternyata yang terakhir lah yang terbaik dari semuanya.

Hayoh pada nangis ya? Udah cup cup cup, hehe. Saat saya ceritakan pada orang terdekat yang tau persis perjuangan saya mencari jodoh, dan murid-murid, beberapa diantara mereka pada nangis. Padahal saya tidak menangis untuk proses terakhir ini, karena mungkin  stok air mata saya sudah habis, haha.

Dan berita ini cukup menghebohkan di tempat kerja saya, karena saya hanya menceritakan ini pada 2 sahabat wanita saya di asrama, sementara dia hanya menceritakan ini pada senior kami guru Bahasa Arab, itupun hanya seminggu jelang lamaran. Jadi semuanya baru tahu saat saya menyebar undangan tepat 2 hari setelah lamaran yaitu di hari Senin tanggal 1 April 2013. Heboh dan sukses lah membuat surprise hehe. Sampai ada yang meng sms saya, beritanya cetaar membahana. Karena sebelumnya tak terdengar berita tentang kami, tiba-tiba ada undangan.

Wassalam

Eva Novita Ungu

 

===

Sumber : andinavika

Exit mobile version