Ketika Hasan Al Bashri Justru Memberi Hadiah Kepada Siapa Saja yang Menghibahinya

Ilustrasi. (islampos.com)

Ilustrasi. (islampos.com)

Akhwatmuslimah.com – Berghibah adalah membicarakan aib atau kesalahan, kekurangan dan keburukan orang lain. Dalam Al-Quran Surah Al-Hujurat ayat 12, Allah melarang orang berghibah dan menyebutkan bahwa orang yang melakukan ghibah itu sama halnya dengan telah memakan daging saudaranya atau orang yang dighibah.

Menurut sejumlah riwayat, latar belakang turunnya ayat tentang larangan berghibah (asbab al-nuzul) tersebut disebabkan karena adanya kejadian yang menimpa salah seorang sahabat Rasulullah Saw. Dalam riwayat tersebut dikisahkan, suatu ketika Rasulullah Saw. Memerintahkan Salman Al-Farisi untuk bergabung dengan dua orang kaya di dalam sebuah perjalanan.
Hal tersebut acap dilakukan Rasulullah Saw. manakala di kalangan umat Islam ada yang akan menempuh suatu perjalanan panjang. Yaitu, menggabungkan satu orang fakir miskin dengan dua orang kaya dalam satu pertanggungjawaban.
Artinya, dua orang kaya itu bertanggungjawab untuk menyediakan bahan-bahan makanan dan kebutuhan untuk bekal dalam perjalanan. Sedang orang yang fakir miskin bertanggungjawab untuk berjalan lebih cepat dan mendahului  kedua orang kaya itu, kemudian berhenti di sebuah tempat untuk dipersiapkan sebagai tempat mereka beristirahat. Disamping itu, orang yang fakir tersebut juga bertangungjawab memasak dan menyajikan makanan untuk mereka bertiga.

Dalam perjalanan itu, ketika Salman sudah memperoleh tempat istirahat, sebelum ia sempat memasak lauk-pauk, kedua orang kaya yang merupakan teman seperjalannya tersebut ternyata sudah datang. Alhasil mereka menyuruh Salman untuk pergi menemui Rasulullah Saw. yang sudah berada agak jauh di depan bersama sahabat lainnya.

“Pergilah temui Rasulullah dan mintalah kelebihan lauk yang ada padanya untuk kita,” ujar kedua orang kaya tersebut kepada Salman. Salman pun mematuhinya. Ia segera pergi dengan maksud untuk menyusul Rasulullah dan meminta kelebihan lauk yang ada. Tatkala Salman pergi, kedua orang itu membicarakan Salaman seraya berkata: “Jika dia sudah sampai di sumur Samihah yang tersohor dengan airnya yang banyak itu, tentulah saat ini airnya sudah dalam. Sehingga dia akan menjadi basah kuyup.”

Setelah Salman sampai di hadapan Rasulullah Saw., ia menyampaikan permohonannya untuk meminta kelebihan lauk sebagaimana yang diperintahkan oleh kedua orang kaya tersebut. Namun, Rasulullah Saw. menjawab: “Katakan kepada keduanya sesungguhnya mereka sudah memakan lauk.”

Salman segera kembali lagi kepada kedua orang kaya tersebut dan menyampaikan apa yang disabdakan oleh Rasulullah Saw. Mendengar jawaban Rasulullah Saw tersebut, mereka berinisiatif untuk mendatangi langsung Rasulullah Saw. “Ya Rasulullah sesungguhnya kami sama sekali belum makan lauk,” ujar mereka setelah tiba dihadapan Rauslullah Saw.

Rasulullah Saw. kemudian bersabda: “Sesungguhnya aku melihat ada daging merah di mulut kalian berdua, karena kalian telah menggibah saudaramu.” Maka kemudian turunlah Al-Quran Surah Al-Hujurat ayat 12 tersebut.

“Janganlah sebagian kamu menggunjing (ghibah) sebagian yang lain, sukakah seorang diantaramu memakan saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”(QS. Al Hujurat, 49: 12)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya : Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut ( pailit ) itu ?Maka mereka para sahabat ) menjawab : orang yang pailit di antara kita adalah orang yang tidak mempunyai uang dan harta. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerangkan : orang yang pailit dari ummatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakatnya, namun dia datang dan (dahulu di dunianya) dia telah mencela si ini, menuduh (berzina) si itu, memakan harta si ini, menumpahkan darah si itu dan telah memukul orang lain ( dengan tidak hak ), maka si ini diberikan kepadanya kebaikan orang yang membawa banyak pahala ini, dan si itu diberikan sedemikian juga, maka apabila kebaikannya sudah habis sebelum dia melunasi segala dosanya ( kepada orang lain ), maka kesalahan orang yang didzalimi di dunia itu dibebankan kepadanya, kemudian dia dilemparkan ke api neraka. ( HR. Muslim )
Berdasarkan hadis itulah, maka Hasan Al-Bashri, salah seorang cendekiawan yang cukup terkenal pada zamannya, justru memberikan hadiah kepada siapa saja yang menghibahinya. Pada suatu hari, Hasan Al-Bashri mendapat kabar dari salah seorang  kawannya kalau ia telah dighibahi oleh seseorang.
Mendengar kabar tersebut, Hasan Al-Bashri menjadi bersyukur dan ia segera mengutus seseorang untuk mengirimkan emas permata kepada orang yang mengghibahinya. Emas permata itu diwadahi oleh Hasan Al-Bashri di dalam sebuah baki tertutup seraya berpesan agar utusan tersebut berkata kepada si penerima hadiah itu sebagai berikut:”Telah sampai kepadaku sebuah berita bahwa berbaik hati mengirim amal kebajikanmu kepadaku. Oleh karena itu, aku hadiahkan seluruh isi baki ini kepadamu.”



Dalam hal ini, tampak sekali bahwa Hasan Al-Bashri justru tidak marah ketika ia dighibahi oleh seseorang. Ia malah bersyukur atas perbuatan orang lain yang membicarakan tentang kekurangan dirinya. Sebab ia menyadari betul, bahwa dibalik itu semua, ia justru bakal memperoleh banyak pahala kebajikan secara gratis.

Apabila kita bisa memahami setiap kejadian buruk yang menimpa kita dengan cara demikian, niscaya kita akan bisa mensyukuri setiap fitnah atau ujian yang datang menerpa diri kita. Sayangnya, dalam kehidupan sehari-hari, kita malah acap melakukan aksi yang jauh lebih buruk dari yang dilakukan orang lain terhadap diri kita.

Disadur dari buku Mutiara Hikmah, Kisah Para Kekasih Allah, karya Ummi Alhan Ramadhan Mazayasyah, Penerbit Darul Hikmah

Sumber : abatasa.co.id

 

Share this post

scroll to top