Teori Relativitas Einstein Telah Diterangkan Lebih Dulu Dalam Al-Qur’an

Foto: counciloflove.com

Foto: counciloflove.com

Akhwatmuslimah.com – “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An Naml: 88)

Awal abad ke-2 SM, filsuf terkemuka Aristoteles mengajukan model geosentrik untuk menjelaskan kondisi bumi di alam semesta. Model geosentris ini menyatakan posisi bumi adalah pusat alam semesta, statis, dan diorbit oleh matahari serta planet lain. Pendapat ini juga didukung oleh model matematika yang di kemukan oleh Ptolemy untuk menegaskan dukungannya terhadap model geosentris ini.

Model ini bertahan sampai abad ke 16 sampai seorang ilmuwan terkemuka pada waktu itu, Nicholas Copernicus memperkenalkan model heliosentris yang menyangkal ide yang dibawa oleh Aristoteles melalui model geosentris. Model heliosentris ini menyatakan bahwa matahari adalah pusat alam semesta dan setiap planet termasuk bumi bergerak mengelilingi matahari. Model heliosentris ini terbukti kebenarannya dengan dukungan ilmuwan setelah beliau yang mengemukakan teori-teori yang menegaskan model ini. Penciptaan teleskop juga memfasilitasi pencerapan alam semesta yang turut membuktikan keabsahan model tersebut.

Hari ini, tidak ada siapa pun di dunia ini yang akan mengatakan bahwa bumi ini adalah pusat alam semesta. Melalui teori-teori yang dikemukan oleh ilmuwan zaman ini dan melalui observatorium bintang, kita memahami bahwa bumi kita bergerak mengelilingi matahari dan bumi juga berputar pada sumbunya sendiri.

Dari ayat di atas, telah Allah nyatakan kepada manusia bahwa kita menyangka gunung itu statis dan tidak bergerak, padahal, ia bergerak dengan cepat seperti gerakan awan. Bila kita mengaitkan ayat tersebut dengan gerakan bumi, berdasarkan pengamatan kita sehari-hari, kita akan menemukan ada sesuatu yang sangat penting perlu diberi perhatian dengan ayat Al-Quran tersebut. Tidak pernah sekalipun kita melihat gunung itu di suatu posisi tertentu dan melihat gunung tersebut di posisi lain pada keesokan harinya. Ayat tersebut menyatakan bahwa gunung itu bergerak, tetapi melalui pengamatan kita setiap hari ke gunung yang ada di sekitar kita menunjukkan dengan jelas bahwa gunung-gunung itu tetap pada posisinya setiap hari. Jadi apakah yang Allah maksudkan dengan gerakan ini. Melalui ayat itu juga Allah ada membuat perbandingan dengan pergerakan awan. Apa maksud Allah menempatkan perbandingan seperti ini. Hal ini tentunya sesuatu yang menarik untuk dikaji perkaitannya.

Dari sini, jika kita periksa ulang ayat tersebut dengan Teori Relativitas Khusus yang dikemukakan oleh ilmuwan terkemuka Albert Einstein, kita akan melihat kebenaran kitab Al-Quran itu sendiri melalui ayat yang disebutkan di atas. Teori Relativitas Khusus menyatakan bahwa, setiap gerakan adalah relatif satu sama lain, yakni setiap pengamatan akan dilakukan berdasarkan titik referensi dengan mengabaikan efek gravitasi.

Mengambil anologi sebuah kereta yang bergerak di platform, teori ini dapat dijelaskan dengan lebih mudah lagi. Katakan kita menempatkan A yang sedang menimbang bola dengan tangannya di satu posisi di dalam kereta dan B di platform. Kereta itu bergerak dengan kecepatan v. Untuk pengamatan ini, kita akan menemukan ada 2 titik referensi, yaitu titik referensi bagi A yaitu di dalam kereta dan titik referensi bagi B yaitu di platform. Bagi kereta yang sedang bergerak, menggunakan titik referensi di B, beliau (B) akan menyimpulkan dengan menyatakan bahwa A sedang bergerak, karena posisi A telah berubah dari satu koordinat ke koordinat lain setelah pengamatan itu dilakukan dengan dipandu titik referensi di B, tetapi ketika kita menggunakan titik referensi A, dia (A) akan menyatakan bahwa beliau tidak bergerak setelah ada perbedaan koordinat beliau dengan bola yang ditimbangnya, yaitu dia berada pada posisi yang sama seperti sebelum kereta tadi bergerak.

Kita tentu sekali pernah merasakan pengalaman seperti ini di lampu sinyal. Di mana kita tidak bergerak sebenarnya, tetapi gerakan oleh mobil samping menyebabkan kita berpikir bahwa kita bergerak dan mobil sebelah itu statis. Begitu juga sebaliknya bagi orang yang berada di dalam mobil sebelah kita tersebut.



Merujuk kembali kepada ayat di atas, dengan mengambil bumi sebagai titik referensi, kita dan gunung- gunung tersebut berada dalam titik referensi yang sama, jadi, kita tidak dapat merasakan perubahan atau gerakan. Namun begitu, jika kita menempatkan seorang manusia lain (D) di awan misalnya, beliau (D) akan menyatakan bahwa dia melihat kita bergerak sesuai pergerakan bumi dan ia dalam kondisi statis. Namun bagi kita di bumi, kita akan mengasumsikan bahwa kita adalah statis dan D sedang bergerak bersama sama awan. Di sini, jika kita menempatkan seorang yang lain (E) di posisi sebelah bukit tersebut, ia juga akan turut menyatakan kesimpulan seperti kita bahwa tidak ada perubahan pada gunung tersebut karena beliau (E) juga berada dalam titik referensi yang sama dengan kita dan gunung -ganang tersebut. Perubahan ini hanya bisa terdeteksi oleh seseorang yang berada di luar titik referensi tersebut.

Einstein hanya mengemukakan teori ini setelah tahun 1905 masehi. Nabi Muhammad telah di ajar oleh Allah mengenai perihal ini pada 610 masehi. Mana mungkin Nabi Muhammad yang buta huruf pada waktu itu dapat menghasilkan satu kesimpulan yang jitu dan didukung oleh teori-teori kompleks yang dikemukakan oleh ilmuwan-ilmuwan terkemuka dunia. Ini merupakan satu bukti bahwa Al-Quran itu bukan ditulis sendiri oleh Nabi Muhammad dan ada kekuatan Maha Agung yang mengatur alam semesta ini yang mengajar dia. Sesungguhnya amat benarlah kata-kata Allah. [ ]

Sumber: majalahsains

Share this post

scroll to top