Kisah Malaikat Maut Ditampar oleh Nabi Musa Hingga Buta Kedua Matanya

Ilustrasi. (Foto: pixabay.com)

Ilustrasi. (Foto: pixabay.com)

Akhwatmuslimah.com – Dari Abu Hurairah Radhiallahu anhu, ketika itu beliau menyebutkan beberapa hadits, di antaranya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada suatu ketika Malaikat Maut diutus Allah kepada Nabi Musa ‘Alaihis salam, dia berkata, ‘Penuhilah panggilan Tuhanmu.’ Malaikat Maut tersebut di tampar oleh Nabi Musa hingga buta kedua matanya. Malaikat kembali kepada Allah dan berkata, ‘Engkau kirimkan aku kepada seorang hamba yang tidak ingin mati, dan mencolok mataku.’

Kemudian Allah mengembalikan penglihatannya dan berfirman, ‘Kembalilah dan katakan, ‘Apakah kamu masih ingin hidup? Jika kamu masih menginginkan hidup, letakkan tangan-mu di punggung lembu. Untuk setiap bulu yang tertutup oleh tanganmu, engkau masih berkesempatan hidup selama satu tahun.’

Musa bertanya, ‘Setelah itu apa?’ Dia menjawab, ‘Kemudian kamu akan mati!’ Musa berkata, ‘Kalau begitu sekarang kematian itu sudah dekat!’ Iapun bermohon kepada Allah supaya mema-tikannya di dekat Baitul Maqdis (Yerussalem) dengan jarak satu lemparan batu.”

Rasulullah Shhallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan, “Kalau sekiranya aku berada di sana akan ku tunjukkan kepadamu makamnya, yaitu di pinggir jalan dan di dekat tumpukan-tumpukkan pasir merah.” [HR. al-Bukhari, 1339; Ahmad, 2/269]

Pelajaran Yang Dapat Dipetik:

1. Para nabi sebelum kematiannya diberi kesempatan untuk memilih antara ingin dicabut ruhnya ataukah ingin tetap hidup.
2. Malaikat merubah bentuk dengan menyamar sebagai bani Adam (manusia).
3. Manusia-manusia yang mempunyai kedudukan sebagai nabi di sisi Allah kadang, kesalahan mereka dimaafkan.
4. Barangsiapa memasuki rumah orang lain tanpa izin, kemudian ia diserang di dalamnya, maka serangan terhadapnya dianggap bukan kejahatan, dan tidak pula bisa dibalas dengan qishash.
5. Boleh melawan atau memukul orang yang mendahului menyerang, jika kemungkinan mengarah pada pembunuhan, sebagaimana disebutkan di dalam sunnah. Apabila ia mati karena mempertahankan diri maka ia syahid.
6. Kematian adalah suatu kepastian dan tidak mungkin dihindari manusia, seandainya orang awam dapat menghindari kematian tentunya para nabi dan rasul pun bisa mengelak darinya.
7. Nabi Musa mempunyai kedudukan yang tinggi di hadapan Allah, sebagaimana saat dia menampar Malaikat pencabut nyawa lalu Allah menjadikan matanya buta, sekiranya bukan karena tingginya kedudukan Musa di sisi Allah tentulah Malaikat akan membalas menampar karena dendamnya.
8. Allah memuliakan seorang hambaNya yang mukmin dan bertakwa kemudian Allah akan melebihkan kedudukannya dengan melimpahkan kebaikan dan nikmat kepadanya.
9. Disunnahkan menguburkan jenazah di tempat-tempat yang suci seperti Baitul Maqdis dan Negri-negri yang penuh berkah atau di kuburan orang-orang shalih.
10. Letak kuburan Nabi Musa adalah di dekat Baitul Maqdis kurang lebih berjarak selemparan batu.

Al-Imam Ibnu Khuzaimah rahimahullah berkata :

“Allah tidak mengutus Malaikat Maut untuk mencabut nyawa Musa ’alaihis-salaam saat itu juga, tetapi Allah mengutusnya sebagai ujian dan cobaan sebagaimana Allah memerintahkan kekasih-Nya (Nabi Ibrahim ’alaihis-salaam) untuk menyembelih putranya, namun tidak mewujudkannya. Seandainya Malaikat itu bertujuan mencabut nyawa saat itu, tentu dia akan melaksanakannya ketika Musa menamparnya. Tamparan tersebut diperbolehkan bagi diri Nabi Musa ’alaihis-salaam, karena beliau melihat orang asing yang memasuki rumahnya. Sementara waktu itu beliau tidak mengetahui kalau yang datang tersebut adalah Malaikat Maut. Rasul shallallaahu ’alaihi wasallam telah memperbolehkan untuk mencongkel mata orang yang mengintip rumah orang tanpa ijin. Sungguh mustahil bila Musa mengetahui bahwa dia adalah Malaikat Maut lalu menamparnya hingga matanya keluar. Sungguh telah datang beberapa malaikat kepada Nabi Ibrahim ’alaihis-salaam sedang beliau awal kalinya tidak mengenal mereka. Seandainya tahu, tidak mungkin beliau menyuguhkan daging panggang kepada mereka, karena malaikat tidaklah makan. Demikian pula seorang malaikat yang pernah datang kepada Maryam dan ia tidak mengenalnya. Seandainya tahu, tidak mungkin Maryam berlindung darinya. Demikian pula dua malaikat pernah datang kepada Nabi Dawud ’alaihis-salaam dalam bentuk manusia yang sedang bersengketa di sisinya, sedang beliau tidak mengenalnya. Demikian pula datang Jibril kepada Nabi Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam dan bertanya kepada beliau tentang iman, sedang beliau shallallaahu ’alaihi wasallam tidak mengenalnya. Beliau bersabda : ”Jibril tidak pernah datang dalam bentuk rupa apapun melainkan aku mengetahuinya, kecuali kali ini”.



Nabi kita shallallaahu ’alaihi wasallam telah mengkhabarkan pada kita bahwa Allah tidaklah mencabut nyawa seorang nabi pun sebelum Dia memperlihatkan tempat duduknya di surga lalu memberitahukannya. Sehingga Allah juga tidak ingin mencabut nyawa Nabi Musa ’alaihis-salaam sebelum memperlihatkan tempat duduknya di surga dan mengkhabarkannya” [selesai – ’Umdatul-Qaari’ Syarh Shahih Al-Bukhari oleh Al-’Allamah Badruddin Al-’Aini rahimahullah juz 8 hal. 147–148; Multaqaa Ahlil-Hadiits ].

Wallaahu a’lam bish-shawwab.

=====

[Sumber: Sittuna Qishshah Rawaha an-Nabi wash Shahabah al-Kiram, Muhammad bin Hamid Abdul Wahab, edisi bahasa Indonesia: “61 KISAH PENGANTAR TIDUR Diriwayatkan Secara Shahih dari Rasulullah dan Para Sahabat”, pent. Pustaka Darul Haq, Jakarta, alsofwa, fadhilihsan]

Share this post

scroll to top